Minggu, 10 Januari 2016

PEMBACAAN SHALAWAT KEPADA KELUARGA NABI SAW
Tuduhan:
“Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa aali (=keluarga Ali).”
            Orang Syiah mengucapkan shalawat kepada Rasulullah saw dan Ali bin Abi Thalib sekaligus seperti terliat dalam shalawat mereka.
Jawaban
            Kata “aali” dalam shalawat itu tidak menunjuk pada Ali atau keluarga Ali. Semua yang mengerti bahasa Arab akan segera mengerti bahwa “aali” (dengan huruf alif, artinya keluarga) bukanlah ‘Ali (dengan ‘ain yang merujuk pada Ali bin Abi Thalib). Kami selalu menambahkan shalawat kepada Nabi dengan shalawat kepada keluarganya.

Dalam Hadis
            Al-Bukhari meriwayatkannya dalam Shahih-nya juz 3 dan Muslim dalam shahih-nya juz 1. Allamah al Qanduzi dalam Yanabi’ al-Mawaddah, hal 227 menukil dari al Bukhari, Ibn Hajar dalam al Shawa’iq al-Muhriqah pada bab 11, pasal pertama ayat kedua. Mereka semua meriwayatkannya dari Ka’ab bin ‘Ajarah: Ketika ayat ini turun (QS. 33: 6), kami bertanya kepada Nabi saw, “Wahai Rasulullah, kami tahu bagaimana mengucapkan salam kepadamu. Tetapi bagaimana kamu mengucapkan shalawat kepada keluargamu? Beliau menjawab, “Ucapkanlah, Allahumma Shalli ‘ala Muhammad wa aali Muhammad” (Ya Allah limpahkan shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad).
            Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kalian bershalawat kepadaku denngan shalawat yang buntung”. Para sahabat bertanya, “Bagaimana shalawat yang buntung itu?” beliau menjawab, “Engkau mengucapkan Allahumma shalli ‘ala Muhammad (Ya Allah limpahkan shalawat kepada Muhammad) lalu kalian diam. Melainkan ucapkanlah, Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad (Ya Allah limpahkan shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad) [Ibn Hajar meriwayatkan dalam al-Shawa’iq hal 87][1].
Bershalawat sambil nyanyi pun dilakukan, bahkan Haddad Alawi yang berfaham Syi’ah yang sangat anti bershalawat kepada para shahabat Nabi menjadi bintang tamu. Dalam shalawatnya Alwi tidak pernah menyebut para shahabat Nabi.
            Shalawat sambil menyanyi pun dianggap sebagai pengamalan terhadap perintah bershalawat kepada nabi yang tertera di dalam surah Al-Ahzab.
            Shalawat kepada nabi Shallallahu alaihi wasallam itu artinya memohon kepada Allah, berdoa kepada- Nya agar rahmat, kedudukan yang mulia di sisi- Nya dianugerahkan kepada Nabi Muhammad, Shallallahu alaihi wasallam. Oleh karena shalawat adalah doa, maka doa harus dilakukan sebagai mana doa lainnya, bukan dengan bernyanyi…..! Para sahabat Nabi Shallallahu alaihi wasallam, para tabi‘in dan para pemuka imam Mazhab yang empat yang sudah tidak diragukan kecintaan mereka kepada nabi Shallallahu alaihi wasallam tidak pernah bershalawat dengan cara bernyanyi[2].

Hukum Bershalawat Kepada Selain Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
Pembahasan ini mencakup beberapa hal di antaranya:[
Pertama: Bershalawat kepada para Nabi dan Rasulullah ‘Alaihi As-shallatu wassallaam. Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata:”Seluruh para Nabi dan Rasul ‘Alaihi As-shallatu wassallaam di doakan dengan shalawat dan diucapkan salam kepada mereka. (Jalaaul Afham 627). Imam al-Baihaqi meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
صلوا على أنبياء اللَّه ورسله فإن اللَّه بعثهم كمابعثني [حديث حسن: صحيح الجامع للألباني حديث 3782]
“Bershalawatlah kepada para Nabi dan Rasul ‘Alaihi As-shallatu wassallaam, sesungguhnya Allah telah mengutus mereka sebagaimana Dia mengutusku.” (hadits hasan. Di kitab Shahih al-Jami, tulisan Syaikh al-Albani rahimahullah).hadits no:3782)
Kedua: Bershalawat kepada seluruh keluarga Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam artian kita mengucapkan:
اللهم صلِّ على آل محمد.
“Ya Allah berilah Shalawat kepada keluarga Muhammad.”
Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata:”Keluarga Nabi diberi ucapan shalawat, dan tidak ada beda pendapat dalam hal ini.”(Jalaaul Afham: 636)
Faidah: Yang dimaksud keluarga Nabi adalah keluarga dalam agama dan iman bukan semata-mata karena hubungan darah, karena Abu Lahab dan Abu Thalib memiliki hubungan darah dengan Nabi akan tetapi keduanya bukan termasuk keluarga Nabi yang kita harus mengucapkan shalawat untuk mereka. Wallahu A’lam
Ketiga: Apakah bershalawat kepada keluarga Nabi secara terpisah/berdiri sendiri? Dalam arti menyebut salah seorang saja di antar mereka, sperti mengucapkan: “Allahumma Shalli ‘ala ‘Ali bin Abi Thalib, atau Allahumma Shalli ‘ala Hasan atau Allahumma Shalli ‘ala Husain atau Allahumma Shalli ‘ala Fathimah dan yang semacamnya. Dan juga apakah bershalawat terhadap para Sahabat radhiyallahu’anhum dan generasi setelah mereka?
Imam Nawawi rahimahullah berkata ketika menjawab pertanyaan tersebut:”Yang benar yang diyakini oleh kebanyakan ulama adalah, hal itu makruh karena hal itu termasuk kebiasaan ahli bid’ah dan kita telah dilarang dari kebiasaan mereka.”(al-Adzkar Imam Nawawi 159)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata:”Sesungguhnya Rafidhah (syi’ah) apabila menyebut nama Imam-imamnya, mereka bershalawat kepada mereka, dan mereka tidak bershalawat kepada orang-orang yang lebih baik dari imam-imam mereka walaupun orang tersebut lebih baik dan lebih dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam daripada imam mereka. Maka hendaklah kaum muslimin menyelisihi mereka dalam kebiasaan ini.”(Jalaaul Afham 640)[3].
Fakta-fakta Syi’ah di Indonesia
TANYA: Ada yang bilang bahwa Syi'ah di Indonesia itu sebenarnya bukan mazhab baru, tetapi sudah lama. Hanya saja mungkin ia tidak tersebar luas sebagaimana mazhab Sunni. Bagaimana Kang Jalal melihat perkembangan Syi'ah di negeri ini?
JAWAB: Ada beberapa teori tentang kedatangan Syi'ah di Indonesia. Teori pertama merujuk pada masa penyebaran Islam di Indonesia. Jadi, menurut teori ini, dahulu orang-orang Syi'ah yang dikejar-kejar oleh penguasa Abbasiyah lari dari Timur Tengah sebelah utara, yang sekarang mungkin daerah Irak, ke sebelah selatan --dibawah pimpinan seorang yang bernama Ahmad Muhajir-- sampai ke Yaman. Mereka menghentikan pelarian di puncak-puncak bukit yang terjal. Kisah ini dimuat dalam beberapa kitab Syi'ah. Alkisah, pemimpinnya, Ahmad Muhajir, waktu itu mematahkan pedangnya dan kemudian mengatakan, "Wahai saat ini kita ganti perjuangan kita dengan pena É"
Kemudian mereka semua secara lahir menganut mazhab Syafi'i. Mereka bertaqiyyah sebagai pengikut mazhab Syafi'i di daerah Yaman, Hadramaut. Sehingga di dalam kamus Munjid edisi lama, pada kata 'Hadramaut' ditulis: sukkanuha syi'iyyuna syafi'iyyuna; penduduknya orang-orang Syi'i yang bermazhab Syafi'i. Saya kira Munjid itu merekam mereka. Dari Hadramaut inilah menyebar para penyebar Islam yang pertama, khususnya kaum 'Alawiy, orang-orang keturunan Sayyid, atau yang mengklaim sebagai keturunan Sayyid. Mereka datang ke Indonesia dan menyebarkan Islam. Tetapi ketika mereka datang ke Indonesia, di luar, mereka Syafi'i, di dalam, mereka Syi'i.
Belakangan ada bukti-bukti lain yang memperkuat teori ini. Misalnya, pernyataan Abdurrahman Wahid bahwa NU secara kultural adalah Syi'ah. Hal itu karena tradisi Syafi'i di Indonesia --berbeda dengan tradisi Syafi'i di negeri-negeri lain-- sangat kental diwarnai tradisi-tradisi Syi'ah. Ada beberapa shalawat khas Syi'ah yang sampai sekarang masih dijalankan di pesantren-pesantren. Ada wirid-wirid tertentu yang jelas menyebutkan lima keturunan Ahlul Bait. Kemudian juga tradisi ziarah kubur, lalu membuat kubah pada kuburan. Itu semua tradisi Syi'ah. Tradisi itu lahir di sini dalam bentuk mazhab Syafi'i. Jadi di luarnya Syafi'i di dalamnya Syi'i.
Masih ada juga bukti-bukti ritus khas Syi'ah --bukan khas Syafi'i-- yang populer di Indonesia. Salah satunya ialah tahlilan hari ke satu atau keempatpuluh (setelah kematian seseorang) dan juga haul. Itu tradisi Syi'ah yang tidak dikenal pada mazhab Syafi'i di Mesir. Lalu, di kalangan NU setiap malam Jum'at sering dibacakan shalawat diba'. Pada shalawat itu disebutkan seluruh Imam Syi'ah yang dua belas. Dan itu mereka lakukan setiap malam Jum'at, seperti pembaruan bai'at, kepatuhan pada dua belas Imam.
Untuk memperkuat itu, ada juga kebiasaan orang-orang Indonesia yang menganut mazhab Syafi'i untuk menghormati --kadang-kadang secara berlebihan-- keturunan Nabi yang mereka artikan sebagai Ahlul Bait. Saya sebut secara berlebihan karena menurut orang-orang Syi'ah, Ahlul Bait itu hanya terbatas kepada dua belas Imam yang ma'shum. Jadi, tidak semua keturunan Nabi adalah termasuk Ahlul Bait. Mereka juga percaya bahwa semua Ahlul Bait itu pasti masuk surga, dan mereka tak berdosa. Kepercayaan itu merata, khususnya pada kalangan Muslim yang awam[4].







[1] http://regularisasiperbedaan.blogspot.com/2011/10/per Senin, 24 Oktober 2011, diunduh pada hari selasa 21 mei 2013, pkl.11:49


[3] Makalah thullab di Islamic Center Bekasihttp://www.ziddu.com/download/19041390/shalawatbadar.rar.html, diunduh pada hari selasa 21 mei 2013, pkl.11:49

[4] Kang Jalal ,Visi Media, Politik, Dan Pendidikan,  Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cetakan Kedua April 1998 (Hal: 433-460), dari posting milis is-lam@isnet.org oleh Muhammad Syafei, diunduh pada hari selasa 21 mei 2013, pkl.11:49.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar